FOOD STORY2

"these are stories about food in crucial life"

banner FS2

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Monday, October 24, 2011

Home » , » Web Analysis: Top 10 Mistakes in Web Design

Web Analysis: Top 10 Mistakes in Web Design

a. Bad Search
Gambar1. Situs LPPOM MUI (http://halalmui.org/)

Searchbox merupakan ‘andalan’ bagi pengguna yang tidak menemukan apa yang ia cari melalui navigasi webpage. Inilah alasan mendasar mengapa desain searchbox harus sesimpel mungkin, dapat dengan mudah ditemukan dan digunakan oleh pengguna.

Kesalahan searchbox yang saya temukan dalam situs http://halalmui.org/ adalah penempatannya yang tidak mudah dilihat dan bentuknya yang tidak biasa. Pengguna yang ingin mencari searchbox di sebuah situs biasanya akan mengarahkan pandangannya ke bagian atas webpage. Namun, ternyata searchbox berada di bawah ‘Gallery’, ditambah “kenyataan pahit” atas ketiadaan kotak yang bisa diketikkan keyword yang diinginkan pengguna. Searchbox dalam situs ini akan muncul di halaman lain dalam versi advanced setelah pengguna mengeklik hyperlink Search’. Bentuk searchbox semacam ini akan menyulitkan pengguna yang tidak ingin dua kali menunggu halaman loading: (1) ketika mengeklik ‘Search’, dan (2) saat menunggu search engine menunjukkan hasil dari apa yang ia cari. Sebaiknya, pengembang menggunakan searchbox biasa yang terdiri dari kotak kosong tempat pengguna mengetikkan keyword dan tombol “Cari” atau yang setipe dengan itu.


Gambar2. Halaman baru untuk pencarian keyword di situs LPPOM MUI

b. PDF Files for Online Reading
Salah satu hal yang cukup menghambat langkah pengguna dalam berselancar di dunia maya adalah halaman yang berformat pdf. Hal ini juga terjadi pada situs LPPOM MUI. Misalnya, pengguna yang ingin mengeklik salah satu subtitle dari ‘Main Menu’ umumnya akan berpikir bahwa setelah pengguna mengeklik Daftar Produk Halal, misalnya, hal yang pertama diharapkan pengguna untuk muncul adalah daftar nama produk yan bisa dinavigasi ala browser. Namun, yang muncul adalah tab baru yang sedang memuat file pdf dari Daftar Produk Halal. Hal ini cukup menghambat langkah pengguna. Biasanya, karena browser akan memuat file dalam waktu yang cukup lama, maka pengguna akan dengan mudah meninggalkan tab tersebut dengan mengeklik simbol close tab. Hal yang menurut saya dapat dilakukan jika pengembang tetap menginginkan adanya file tersebut, maka lebih baik subtitle diberi label Daftar Produk Halal (format PDF) agar pengguna dapat mengetahui dan memastikan yang akan terjadi jika ia mengeklik link tersebut. Jika pengembang menampilkan daftar tersebut sebagai webpage, bisa juga ditambahkan simbol berikut: , untuk memudahkan konversi html ke pdf, tanpa memaksa browser pengguna untuk memuat file pdf dengan ukuran yang cukup besar.
Gambar 3. Subtitle ‘List of Halal Product’ dalam Homepage LPPOM MUI


Gambar 4. Setelah link ‘List of Halal Product’ diklik


c. Not Changing the Color of Visited Links
Gambar 5. Link pada situs Kompas tidak berubah warna setelah dikunjungi

Situs yang memiliki banyak navigasi ke halaman lain, seperti situs portal berita, tentunya sangat disarankan untuk memiliki link yang dapat berubah warna ketika pengguna telah mengunjungi halaman. Fungsi ini sangat memudahkan pengguna untuk menandai halaman yang telah ia kunjungi sebelumnya agar pengguna tidak melakukan tindakan yang sia-sia dengan me-reload  atau mengunjungi ulang halaman yang telah ia kunjungi sebelumnya. Kesalahan seperti ini ternyata masih terjadi pada situs koran  nasional, yaitu http://kompas.com.

d. Non-Scannable Text
Gambar 6. Teks artikel online yang sulit dibaca cepat di homepage Foodreview 

Menurut Nielsen (2011), artikel online yang baik adalah artikel yang  dapat dibaca secara cepat (by scanning). Teks yang terlalu penuh pada artikel online akan membuat pengguna malas membaca karena tidak nyaman dan bosan. Hal ini juga terjadi pada situs majalah Foodreview. Walaupun tulisan yang ditampilkan merupakan saduran dari majalah, artikel yang ditampilkan online sebaiknya diedit sehingga sesuai dengan perilaku pembaca artikel online. Agar pengguna tertarik untuk membaca, Nielsen (2011) menyarankan artikel online hendaknya ditulis dengan subjudul, poin, kata kunci yang ditebalkan, singkat, dan gaya bahasa yang simpel. Gambar berikut menunjukkan salah satu artikel yang tidak dapat dibaca dengan cepat (non-scannable).


e. Fixed Font Size
Gambar 7. Kiri: ukuran font terlalu kecil (http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/bertahap-dalam-belajar-islam.html). Kanan: ukuran font lebih besar, lebih nyaman dibaca (http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/maksiat-menggelapkan-hati.html)

Bagi pengguna yang berusia 40-an, saat kemampuan mata menurun, ukuran font pada artikel menjadi faktor penting apakah artikel tersebut dibaca atau tidak. Jika suatu situs ditujukan bagi pengguna pada usia tersebut atau umum, hendaknya pengembang memunculkan fungsi resize text pada halaman artikel. Sebenarnya, pengguna yang telah familiar dengan tombol atau shortcut zoom pada browser bisa mengatasi tulisan yang tidak terbaca dengan melebarkan halaman. Namun, cara ini terkadang membuat pembaca kurang nyaman karena seluruh komponen pada halaman tersebut juga membesar dan menurunkan kenyamanan membaca. Font yang terlalu kecil dan sulit dibaca dapat ditemukan dalam http://muslim.or.id pada artikel ‘Bertahap Dalam Belajar Islam’(http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/bertahap-dalam-belajar-islam.html), yang dapat dibandingkan dengan artikel lain dalam domain yang sama, misal: ‘Maksiat Menggelapkan Hati’ (http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/maksiat-menggelapkan-hati.html).


f. Page Titles With Low Search Engine Visibility
Gambar 8. Berita yang dibuka dari Homepage Foodreview memiliki judul halaman yang sama
     
Kesalahan ini terjadi pada situs Foodreview. Ketika pengguna ingin membaca berita yang disajikan dalam tab baru, ternyata seluruh tab memiliki judul yang sama. Judul halaman yang muncul di tab browser sebaiknya dibedakan untuk memudahkan pengguna kembali ke halaman tertentu yang sedang dikunjungi. Hal ini memiliki fungsi yang cukup penting agar pengguna tidak harus membuka tab satu demi satu untuk mengetahui halaman mana yang ingin ia lihat kembali.


g. Anything That Looks Like an Advertisement
Sesuatu yang tampak seperti iklan akan memicu refleks pengguna untuk melakukan tutup paksa (force close) karena pengguna merasa kenyamanannya terganggu. Hingga saat ini saya belum berhasil menemukan contoh situs dengan animasi yang mengganggu tersebut, namun, situs yang dapat dijadikan gambaran misalnya http://kompas.com. Saat halaman hampir selesai dimuat akan muncul iklan seperti pada Gambar 9. Hal ini akan memicu pengguna untuk segera mencari tombol close-nya. Jika ini diterapkan pada satu pemberitahuan yang sesungguhnya bukan iklan, tentunya pesan tersebut tidak tersampaikan kepada pengguna karena pengguna cenderung akan menutup paksa benda tersebut sebelum membaca isinya.

Gambar 9. Iklan yang membuat pengguna tidak nyaman

h. Violating Design Conventions
Kesalahan lain masih ditemukan pada situs Foodreview, yaitu judul summary artikel yang ternyata tidak bisa di-klik. Pengguna yang terbiasa dengan style summary di situs koran seperti kompas.com, situs pribadi (blog), atau situs lainnya cenderung akan mengarahkan pointernya ke area judul dengan font merah, dengan asumsi bahwa tulisan tersebut adalah sebuah link menuju berita ‘selengkapnya’. Namun, ternyata tidak terjadi apa-apa sewaktu pengguna meng-hover tulisan tersebut. Lalu, apa yang harus dilakukan pengguna jika ingin membaca berita lengkapnya? Setelah dilihat dengan seksama, hyperlink tersebut ada pada ‘more’ yang menurut saya kurang mencolok, sehingga membingungkan pengguna.

Gambar 10. Tak biasa: judul dengan font berwarna merah ternyata tidak bisa di-klik http://foodreview.biz/index.php

i. Opening New Browser Window
Saat pengguna mengeklik suatu tombol atau link pada sebuah situs, hal yang umum terjadi adalah browser akan memuat halaman baru pada tab yang sama, bukan dengan ‘membukakan’ tab atau browser dengan jendela baru. Oleh karena itu, jika suatu tombol/link ‘membukakan’ tab/jendela baru, umumnya pengguna akan merasa kesal karena fungsi kontrolnya terhadap browser dilakukan oleh situs yang ia kunjungi. Pada dasarnya pengguna memiliki hak dan kapabilitas untuk mengontrol apakah ia akan membuka tab/jendela baru untuk browsernya.

Blogger.com hingga saat ini masih memiliki aksi tersebut. Jika pengguna mengeklik tombol ‘Join this site’, maka akan muncul jendela baru. Tahap ini cukup merepotkan pengguna karena untuk mengikuti suatu blog, pengguna harus menunggu hingga jendela baru tersebut selesai memuat, kemudian mengeklik tombol ‘Follow this blog’. Saya menyarankan sebaiknya pengembang menggunakan tombol seperti ‘Like’ pada Facebook atau ‘Follow’ pada Wordpress, dimana pengguna yang ingin mengikuti perkembangan situs tersebut hanya perlu mengeklik tombol ‘Follow’ sekali saja, dan bagian yang berubah hanyalah bagian ‘Followers’, bukan keseluruhan halaman.

Gambar 11. Jendela baru untuk ‘Join this site’ pada Blogspot

 j. Not Answering Users' Questions
Pengguna mengunjungi sebuah situs untuk memenuhi tujuannya. Jika pengguna tidak mendapatkan yang ia butuhkan dalam sebuah situs, maka pengguna akan merasa tersesat. Hal yang cenderung akan dilakukan pengguna adalah meninggalkan situs tersebut, kemudian situs tersebut tidak akan berarti apa-apa.
Cukup banyak contoh situs yang ‘menyesatkan’, antara lain situs http://dewiku.com. Umumnya penggguna sampai ke situs ini melalui search engine. Misalnya, pengguna search engine mengetikkan keyword ‘toko hewan piaraan’, kemudian ia diarahkan ke situs dewiku.com. Situs tersebut memang berisikan seluruh kata yang diketikkan oleh pengguna, namun, pengguna tidak akan mendapatkan apa yang ia inginkan dalam situs tersebut.
Gambar 12. Tersesat di situs dewiku.com

Referensi:
Nielsen J. 2011. Top 10 mistakes in web design. http://www.useit.com/alertbox/9605.html [23 Oktober 2011]

3 comments:

faizulfikri said...

wuizzz . .mantep tenan jeh.
heummm . .tapi emg bener sih.
interface di web design itu memang salah satu kunci apakah blog tersebut disukai ato nggak.
faktor kenyamanan pembaca menjadi penentunya.

foodie-blogger said...

Yap, ujung2nya tergantung user juga, atau bahasa itp-nya: 'konsumen'.
Hhm

foodie-blogger said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment

CMIIW or gimme some infos! Sorry i dont support anonymous.. Tell me sumthin worth please. Thx